DEPOK –  Perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini telah membawa dunia memasuki industri 4.0. Era ini ditandai dengan melimpahnya data dan informasi, cyber physical system, hingga pengelolaan big data. Bagi para pekerja informasi –termasuk arsiparis- inilah yang harus diantisipasi sejak awal karena landscape-nya bisa sama sekali berbeda dengan apa yang ada pada saat ini.

“Arsip era 4.0 akan ditandai dengan arsip yang diolah sendiri oleh komputer dan terakses via komputer,” kata Noerhadi Magetsari, Profesor Emeritus Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UI sekaligus mantan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia pada kuliah umum bertema “Kearsipan dalam Revolusi Industri 4.0”. Kuliah ini dihadiri oleh mahasiswa, profesional dari berbagai kementerian dan lembaga, serta dosen Universitas Indonesia bertempat di Auditorium Program Pendidikan Vokasi (28/9/2018). Dalam sambutannya, Dyah Safitri selaku Ketua Program Studi Manajemen Informasi dan Dokumen Program Pendidikan Vokasi UI, kuliah umum ini diharapkan memberi wawasan baru kepada para pemangku kepentingan dunia kearsipan bahwa tantangan yang dihadapi ke depan terutama ketika era industri 4.0 dimulai.

Era industri 4.0 ditandai dengan berbagai fenomena seperti IoT (interner of things) yang memungkinkan semua mesin berkomunikasi dan saling terhubung, kecerdasan buatan, big data, hingga munculnya label smart untuk pelbagai sektor seperti smart office, smart city, hingga smart transportation. “Kata kuncinya adalah mampu berkolaborasi antar institusi sehingga menjadi makin efisien,” tambah Noerhadi. Kolaborasi yang terintegrasi dan berbasis pengetahuan akan mampu menghasilkan inovasi terutama dalam mengelola hingga menganalisis big data. Bagi dunia kearsipan, tambah Noerhadi, bahwa era industri 4.0 membuat hidup arsip menjadi lain tapi prinsip-prinsip pengelolaan arsip masih dapat digunakan. “Soal seleksi dan akses arsip, karena nanti semua berbasis mesin maka protokol di program komputernya yang diatur. Penyeleksian dalam bentuk program berupa sensor. Prinsip-prinsip dunia kearsipan masih dapat digunakan meski nantinya semua berbasis mesin,” tambah Noerhadi. Dengan cara tersebut arsiparis tetap menjadi profesi yang diperlukan di era industri 4.0. “Idealnya memang semua arsip sudah elektronik dan diserahkan ke mesin, tapi faktanya masih ada teks sebagai arsip. Apakah lantas didigitalisasi atau ada langkah lain, arsiparis yang nanti dapat memberi makna,” ungkap Noerhadi.

Dalam sesi tanya jawab, Noerhadi Magetsari juga memberi penekanan bahwa sisi penting yang kerap dilupakan dari pengelolaan arsip adalah aspek informasi. “Pertanyaan pentingnya adalah bagaimana bukan hanya menyelamatkan arsip tapi bagaimana mengelola informasinya,” kata Noerhadi. Fungsi arsip salah satunya adalah mengelola informasi dengan membantu ingatan kita agar tidak lupa. “Dalam konteks itu, arsiparis dapat menyelamatkan aset negara,”tambahnya. Sementara, dari sisi data, big data sebaiknya harus berkolaborasi dengan tujuan untuk mengurangi biaya dan pengambilan keputusan cepat. Soal apakah terkonsentrasi atau tidak tinggal tergantung dari kebutuhan. “Seperti data perekaman e-KTP, seharusnya dapat digunakan untuk keperluan lain sehingga akses data kependudukan menjadi lebih cepat,”ungkapnya.

Yang jelas, era industri 4.0 adalah keniscayaan yang harus dibarengi dengan kemampuan melakukan adaptasi. Termasuk bagi arsiparis dan calon arsiparis. Mereka harus memahami betul bagaimana era 4.0 akan mengubah banyak hal termasuk di dunia kearsipan. Karena itu, kesiapan sejak dini dengan membekali diri pada teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan dan pengolahan big data hingga mewujudkan kolaborasi dengan yang lain, menjadi sangat diperlukan.

 

 

 

 

 

author avatar
Humas Program Pendidikan Vokasi UI
WhatsApp whatsapp
Instagram instagram
Email
chat Chat Us!