Depok-Smart tourism merupakan sebuah konsep pengembangan sektor pariwisata yang memanfaatkan teknologi informasi untuk membangun infrastruktur pengalaman wisata, termasuk pengalaman wisatawan dalam mengakses informasi sebelum, selama, dan setelah berwisata. Smart tourism mengoneksikan semua bagian dalam rantai nilai pariwisata ke dalam platform digital pariwisata yang dinamis, sehingga wisatawan dapat mengkreasikan dan memproduksi pengalaman bersama dengan penyedia layanan secara real time serta meningkatkan konektivitas usaha dan destinasi wisata dalam pasar wisata global.

Pengembangan smart tourism dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan konektivitas destinasi wisata, terutama yang sulit diakses, seperti destinasi yang berada di lokasi terpencil dan pulau-pulau kecil yang dipisahkan oleh laut, serta mengintegrasikan para pemangku kepentingan yang letaknya tersebar dalam satu platform pengalaman yang dapat diakses langsung oleh wisatawan global. Selain konektivitas, pulau sebagai destinasi wisata juga memiliki tantangan besar dari lingkungan alamiahnya. Perubahan iklim yang dirasakan secara global, kesulitan dalam mengelola dan mengolah sampah, pemanfaatan energi yang ramah lingkungan, tuntutan untuk melakukan praktik yang berkelanjutan menjadi tantangan dalam pengembangan wisata kepulauan dalam upaya mewujudkan pembangunan ekonomi biru.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh dosen program studi Manajemen Bisnis Pariwisata, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia (UI) Dr. Diaz Pranita, M.M., dikatakan bahwa perkembangan teknologi digital yang masif, khususnya pemanfaatan teknologi blockchain dianggap sebagai salah satu solusi untuk memastikan dan menjamin praktik pengelolaan kawasan wisata yang berkelanjutan, pengembangan produk yang ramah lingkungan, serta meningkatkan inklusivitas.

Secara prinsip utamanya, blockchain adalah buku besar digital yang terpusat dan terdistribusi yang berfungsi sebagai penyimpan catatan mutlak yang untuk berbagai transaksi dan aktivitas di dalam suatu rantai nilai. Blockchain juga menawarkan transparansi aktivitas dan transaksi berbasis jaringan, yang mana kerahasiaan pihak yang terlibat dijaga oleh protokol kriptografi dan pesan terenkripsi, sehingga sistem keamanan teknologi blockchain terbilang sangat tinggi. Teknologi blockchain juga dapat menjadi breakthrough untuk mengurangi biaya transaksi dan biaya operasional melalui pemanfaatan token untuk melakukan transaksi guna dipertukarkan dan dialokasikan secara langsung, serta tepat kepada para pemangku kepentingan yang berada di dalam platform pengalaman tersebut, termasuk pengenaan pajak.

(Foto: Kepulauan Seribu yang menjadi salah satu destinasi untuk pengembangan smart tourism)

Penelitian yang dilakukan bersama dosen lainnya ini, yaitu Dr. Sri Sarjana, Dr. Budiman Mahmud Musthofa, S.Sos., M.Si., Hadining Kusumastuti, S.Sos., M.Ak., dan Prof. Ts. Dr. Mohamad Sattar Rasul, didapatkan bahwa teknologi ini menjadi enabler untuk menerapkan berbagai inovasi teknologi lain, seperti circular economy untuk mempercepat kemajuan pariwisata suatu wilayah khususnya wilayah perairan. “Dalam mengadaptasi konsep ekonomi biru (blue economy), wilayah perairan di Indonesia khususnya di Kepulauan Seribu, dapat mengembangkan bauran produk bahari, seperti wisata bahari/pesisir, konservasi laut, produk olahan laut, dan lainnya, serta memastikan praktik keberlanjutan dilaksanakan secara konsisten,” ujar Dr. Diaz.

Lebih lanjut ia mengatakan, teknologi blockchain dapat digunakan untuk memastikan tiap aspek dalam pengembangan blue economy dilakukan karena sifatnya yang transparan, dapat ditelusuri jejaknya (traceability), tidak dapat dihilangkan atau dihapus, terdesentralisasi dan dapat dioperasikan oleh banyak aktor (interoperability) sesuai dengan perannya masing-masing. Oleh karena itu, dukungan terhadap pelestarian sumber daya kelautan, pelaksanaan ekonomi sirkular kelautan, dan pemulihan kesehatan ekosistem kelautan yang bernilai dominan untuk meningkatkan kualitas ekonomi kelautan, dapat dipastikan pelaksanaannya melalui pemanfaatan teknologi blockchain. Hal ini bertujuan untuk memastikan terwujudnya pengembangan smart tourism di suatu wilayah khususnya daerah kepulauan yang penuh tantangan.

Penggunaan teknologi digital belum begitu dominan dalam industri pariwisata seperti saat ini. Bukan hanya untuk mendukung suatu destinasi dalam mencapai daya saing, melainkan juga untuk menghubungkan produk dan layanannya ke pasar global, serta memungkinkannya untuk mengintegrasikan seluruh sumber daya yang ada. “Literasi digital merupakan kompetensi yang penting untuk diperjuangkan di era digital saat ini. Sangat penting bagi local talents di destinasi wisata dan perlu didukung oleh negara untuk meningkatkan literasi digital ini, sehingga mereka dapat lebih mudah beradaptasi dengan teknologi baru dan inovatif di kemudian hari. Literasi digital SDM di wilayah pariwisata tersebut akan mempengaruhi keberhasilan adopsi teknologi blockchain, serta mendukung pengembangan smart tourism,” ujar Diaz.

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa literasi digital dan blue economy secara signifikan mempengaruhi kemampuan untuk mengadaptasi dan memanfaatkan teknologi blockchain secara optimal, yang pada akhirnya berdampak pada pencapaian smart tourism untuk meningkatkan daya saing dan keberlanjutan suatu destinasi. Literasi informasi menjadi dimensi yang mempunyai pengaruh paling tinggi dalam membentuk literasi digital, sedangkan pemulihan kesehatan ekosistem laut mempunyai dampak penting dalam penguatan blue economy.

Perkembangan berbagai aspek, termasuk literasi digital, blue economy, dan teknologi blockchain dapat ikut mendorong keberlanjutan industri pariwisata. Selanjutnya, perlu dikembangkan beberapa konsep turunan pembangunan pariwisata berkelanjutan dalam bentuk kajian mendatang, khususnya pada konsep kerja sama maritim, kinerja ekonomi melalui tokenisasi, pengembangan teknologi biomimikri, serta konservasi kawasan wisata pesisir dan laut.

author avatar
Humas Program Pendidikan Vokasi UI
WhatsApp whatsapp
Instagram instagram
Email
chat Chat Us!