Depok-Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI) menambah kerja sama di bidang pendidikan dan riset dengan salah satu universitas di Warsawa, Polandia, Collegium Civitas. Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tersebut dilakukan oleh Direktur Program Pendidikan Vokasi UI, Padang Wicaksono, S.E., Ph.D, dan Vice-Rector for International Relations Collegium Civitas, Dr. Katarzyna Maniszewska pada Senin (04/09/2023) di Auditorium Vokasi UI, Kampus UI Depok.
(Foto: Padang Wicaksono saat memberikan sambutan kepada mahasiswa baru Vokasi UI angkatan 2023)
Dalam sambutannya, Padang menyampaikan bahwa kolaborasi antara Vokasi UI dan Collegium Civitas, akan dilakukan dalam beberapa bentuk, yaitu pendidikan, riset, pertukaran mahasiswa dan pengajar, serta pengembangan kurikulum bersama. Padang mengatakan, “Kami berupaya untuk menjalankan program Universitas Indonesia sebagai world-class university melalui kolaborasi dengan berbagai kampus di luar negeri. Program kerja sama tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas UI di bidang riset dan pendidikan, serta eksistensinya di tingkat internasional.”
Program tersebut mendapatkan sambutan positif setelah kegiatan kunjungan yang dilakukan oleh manajemen Vokasi UI ke Collegium Civitas akhir Agustus lalu. Dalam kunjungan tersebut pun dibahas berbagai program yang akan dibangun antara Vokasi UI dengan Collegium Civitas.
(Foto: Dr. Katarzyna saat memaparkan materi tentang literasi media saat ini)
Pada kesempatan yang sama, Dr. Katarzyna Maniszewska memberikan kuliah umum bertajuk “Media Literacy and New Media Development Through Polish and Indonesian Perspective” kepada mahasiswa Produksi Media, Hubungan Masyarakat, Penyiaran Multimedia, serta Periklanan Kreatif. Ia menjelaskan, peran media di masyarakat saat ini sangat masif. Berbagai fenomena dapat direkam dan dipublikasikan oleh siapa saja. Bahkan, konsep jurnalisme warga (citizen journalism) makin banyak dijumpai di lingkungan sehari-hari. Namun, sebagai insan yang sangat dekat dengan dunia jurnalistik, kita juga harus memahami kode etik jurnalistik yang harus diimplementasikan dalam produksi konten dengan bertangung jawab saat nanti terjun langsung ke industri media massa.
Dr. Katarzyna memberikan contoh kode etik yang dipublikasikan beberapa media outlet, seperti Al Jazeera dan BBC. “Dalam memublikasikan sebuah informasi, baik di media sosial, maupun di media massa, setiap orang perlu memperhatikan kode etik dan panduan jurnalistik yang ada. Misalnya, seperti kode etik yang dikeluarkan Al Jazeera, salah satunya menyebutkan bahwa kita perlu mematuhi nilai-nilai jurnalistik, yaitu kejujuran, keberanian, keadilan, keseimbangan, independensi, kredibilitas, dan keberagaman. Serta, mengutamakan pertimbangan profesional dibandingkan kepentingan komersial atau politik,” tutur Dr. Katarzyna.
Di sisi lain, Dr. Katarzyna menjabarkan pentingnya literasi media yang perlu dipahami, khususnya bagi mahasiswa. Literasi media mengacu pada setiap kapasitas teknis, kognitif, sosial, sipil, dan kreatif yang memungkinkan individu mengakses dan memiliki pemahaman kritis saat berinteraksi dengan media. Kehadiran teknologi media dapat dimanfaatkan sebagai wadah untuk penyampaian informasi secara meluas dan cepat.
(Foto: Suasana hari pertama kegiatan PKKMB Vokasi UI 2023)
Ia menambahkan, “Pemanfaatan media tetap perlu dilakukan dengan hati-hati. Banyaknya berita bohong (hoaks) banyak terjadi akibat penggunaan media yang tidak bijak. Bahkan, disinformasi banyak dijumpai untuk menggiring opini publik terhadap suatu fenomena. Dampak dari berita palsu tersebut dapat mengakibatkan kerugian besar pada berbagai aspek.” Terlebih lagi, sebagai mahasiswa yang mempelajari keilmuan komunikasi, kemampuan media literasi menjadi amat penting dalam proses menerima, mengolah, dan menyebarkan kembali informasi atau konten yang dimiliki.
Mengacu pada fenomena tersebut, ia memberikan tiga langkah untuk mengidentifikasi berita palsu, yaitu 1) menerapkan pengawasan kritis terhadap sebuah laporan atas fenomena terlebih dahulu sebelum diteruskan ke orang lain; 2) mengecek sumber dan pengirim laporan yang diterima (bisa melalui situs web atau kanal media sosial resmi pemerintah atau mesin penelusuran); dan 3) gunakan sistem fact checker yang ada. Ia juga berharap agar sistem fact checker di Indonesia dapat dikembangkan agar berita yang tersebar dapat diidentifikasi secara tepat dan akurat.