Depok-Bonus demografi yang akan dihadapi Indonesia pada 2030, diproyeksikan juga dapat mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Sumber daya manusia usia produktif saat ini, diperkirakan masih dapat berkontribusi secara ekonomi di tahun 2030. Di era saat ini, perekonomian Indonesia terkait erat dengan perkembangan pendidikan vokasi yang memberikan kontribusi besar bagi transformasi Indonesia dan kemakmuran ekonomi. Pemerintah juga berupaya melakukan investasi pada sumber daya manusia. serta pengembangan teknologi dan pendidikan kejuruan menunjukkan pentingnya revitalisasi pendidikan vokasi.

Sejalan dengan perkembangan tersebut, program studi (prodi) Bisnis Kreatif, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan kegiatan collaboration class bertajuk “Employment and Labor Market Outcomes Lesson Learning from Taiwan” pada Senin, (13/06/2022) lalu secara daring. Collaboration class tersebut dihadiri Deni Danial Kesa, MBA, Ph.D, Wakil Direktur Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan, Program Pendidikan Vokasi UI sebagai narasumber dan Prof. Nyan-Myau Lyau, Ph.D., Graduate School of Technological & Vocational Education at National Yunlin University of Science & Technology Director.

Deni menyampaikan bahwa angka pengangguran di Indonesia lebih banyak diisi oleh masyarakat yang memiliki gelar sarjana daripada lulusan sekolah dasar atau kurang. Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 menunjukkan bahwa lulusan sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi memiliki tingkat pengangguran tertinggi. “Maka dari itu, perlu adanya program revitalisasi pendidikan vokasi. Namun, masih banyak hambatan yang perlu dilewati untuk mewujudkan program tersebut,” ujar Deni menjelaskan.

(Foto: Deni menjelaskan tingkat pengangguran di Indonesia berdasarkan tingkat pendidikan)

Beberapa hambatan tersebut, yaitu: 1) program pembangunan infrastruktur dan industri di Tanah Air masih membutuhkan orang-orang yang terampil, terlatih, dan terdidik; 2) perlunya institusi vokasional di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan industri; 3) pemanfaatan pola dan peralatan pembelajaran; 4) sertifikasi kompetensi masih dalam tahap awal penerapannya di Indonesia; serta 5) institusi vokasional belum menerapkan pelatihan keterampilan yang layak secara ekonomi.

Data Human Capital Outlook ASEAN tahun 2021 menunjukkan bahwa Indonesia lebih banyak memiliki tenaga kerja dengan keterampilan menengah. Sehingga, pemerintah berupaya menggulirkan berbagai macam program untuk mendukung revitalisasi pendidikan di Indonesia dan menghasilkan insan yang berkualitas. Kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah perlu dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan proses bisnis yang sudah ada. Salah satu program pemerintah adalah program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

“Program MBKM tersebut meliputi, program multidisiplin; pembaruan kurikulum berorientasi industri; kemitraan industri-akademisi; pengembangan teknologi inti dan mekanisme lokalitas yang mumpuni; sertifikasi, inovasi dan karakter yang canggih dan profesional; serta penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pemberdayaan pembangunan nasional,” kata Deni.

(Foto: Deni menjelaskan kondisi pasar tenaga kerja berdasarkan data Human Capital Outlook ASEAN tahun 2021)

Direktur Program Pendidikan Vokasi UI, Padang Wicaksono, S.E., Ph.D, mengatakan bahwa program collaboration class tersebut merupakan suatu bentuk kolaborasi antarakademisi Indonesia dan internasional untuk mendiskusikan proses bisnis dan kebutuhan tenaga kerja di industri secara global, khususnya di level ASEAN.

“Saya berharap agar kolaborasi tersebut dapat terus dilakukan agar program revitalisasi pendidikan tinggi, khususnya vokasional, di Indonesia dapat terwujud dengan baik. Diskusi yang dibangun antara akademisi dan mahasiswa di Indonesia dengan mitra pendidikan luar negeri dapat memberikan manfaat bagi kedua pihak,” ujar Padang menyampaikan.

WhatsApp whatsapp
Instagram instagram
Email
chat Chat Us!