Depok-Fenomena pinjaman online (pinjol) ilegal di Indonesia marak terjadi beberapa tahun terakhir. Dilansir dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pengaduan pinjol ilegal di Indonesia berada di angka 3.903 kasus sejak awal 2023. Sebagian besar kasus tersebut disebabkan oleh kurangnya tingkat literasi keuangan masyarakat, sehingga terjadi kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan yang cukup besar. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan upaya untuk memperluas wawasan masyarakat mengenai layanan pinjam-meminjam uang dan karakteristiknya.

Berkaca dari solusi tersebut, program studi Administrasi Asuransi dan Aktuaria, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia (UI) menginisiasi kuliah umum berjudul “Secure Your Future: Cognizing Online Loans and Safeguarding Personal Finance Sustainability” pada Selasa (07/11). Kuliah umum tersebut menghadirkan narasumber, yaitu Edi Setijawan, Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Ketua Departemen Administrasi dan Bisnis Terapan, Dr. Fia Fridayanti Adam, M.Si. memberi sambutan sebelum perkuliahan umum dimulai. Fia mengatakan bahwa perkuliahan umum ini penting untuk mencegah terjadinya kasus terjerat pinjol pada kalangan mahasiswa. Tak hanya itu, kuliah ini bertujuan menambah kesadaran mahasiswa terkait dampak buruk pinjol ilegal.

(Foto: Foto bersama pembicara dengan audiens kuliah umum)

Selanjutnya, Edi mengawali sesi perkuliahan umum tersebut dengan menjelaskan definisi dan perbedaan antara pinjol dengan peer-to-peer (P2P) lending. “Hal yang membedakan pinjol dengan P2P lending adalah pihak pemberi pinjaman, legalitas, dan tingkat risiko. Pinjol diberikan oleh platform Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan non-LJK, sedangkan P2P lending diberikan oleh pemilik dana melalui platform P2P lending. Tentunya, yang lebih aman adalah P2P lending,” ujar Edi.

Edi menjabarkan delapan karakteristik P2P lending, yaitu 1) dana tidak dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS); 2) risiko kredit ditanggung pemilik dana; 3) risiko pendanaan relatif tinggi; 4) bunga lebih tinggi; 5) prosesnya cepat; 6) persyaratan mudah; 7) dapat memilih pihak yang didanai; dan 8) tanpa batasan waktu serta tempat. “Dari delapan karakter tersebut, jelas P2P lending lebih aman dibanding pinjol. Dengan catatan, harus pandai memilah platform P2P lending yang legal,” ujarnya.

(Foto: Sesi tanya jawab pada kuliah umum prodi Administrasi Asuransi dan Aktuaria)

Edi menambahkan, “Penyelenggaraan P2P lending ini diatur banyak regulasi di Indonesia, salah satunya yang paling berperan adalah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).” Di akhir perkuliahan, Edi mengingatkan mahasiswa untuk tidak terjerumus ke pinjaman online ilegal. Ia menampilkan ciri-ciri utama pinjol ilegal, yaitu penawaran melalui SMS, pengiriman dana tanpa pengajuan pinjaman, dan mereplikasi nama penyelenggara yang terdaftar di OJK. “Saat ini, OJK dan asosiasi terkait melakukan publikasi pada media sosial dan media massa terkait ciri-ciri, modus, dan bahaya pinjol ilegal,” ujar Edi. Harapannya, jumlah kasus pengaduan pinjaman online ini dapat menurun pada 2024.

WhatsApp whatsapp
Instagram instagram
Email
chat Chat Us!