Depok-Program studi (prodi) Penyiaran Multimedia, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia (UI), menggelar “Directing Masterclass: Hidup Seperti dalam Film Horor dan Komedi” pada Kamis (27/02/2025). Acara ini menghadirkan Fajar Nugros, sutradara kawakan yang dikenal dengan berbagai karya horor dan komedi di perfilman Indonesia. Sebut saja beberapa karyanya, seperti Cinta Brontosaurus (2013), Yowis Ben (2018), Inang (2022), hingga film Perempuan Pembawa Sial yang akan tayang tahun ini. Bertempat di Auditorium Vokasi UI, acara ini diikuti dengan antusias oleh berbagai audiens, terutama mahasiswa prodi Penyiaran Multimedia yang akan menghadapi mata kuliah Produksi Film Pendek pada semester mendatang.
Sebagai seorang sineas yang telah malang melintang di dunia perfilman Indonesia, Fajar Nugros berbagi pengalaman dan wawasan mendalam tentang dua genre yang tampaknya bertolak belakang—horor dan komedi. Tetapi, menurutnya, keduanya memiliki banyak kesamaan dalam hal membangun ketegangan dan reaksi emosional penonton.
Dalam pemaparannya, Fajar menjelaskan bahwa film horor dan komedi sebenarnya memiliki struktur yang serupa. Film horor bekerja dengan membangun ketegangan sebelum mencapai puncaknya, sedangkan komedi menggunakan teknik yang sama untuk menyusun punchline. Ia menggambarkan horor sebagai “lelucon yang serius,” karena rasa takut hanya bisa muncul jika unsur kejutan tetap terjaga. Begitu pula dalam komedi, tawa tidak akan terjadi jika penonton sudah dapat menebak alurnya.
“Horor itu kayak becanda, kalo semuanya udah jelas, itu nggak bakal bikin deg-degan lagi. Sedangkan, komedi adalah cara yang lucu untuk berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu yang serius,” katanya.
Pembahasan kemudian mengarah pada alasan film horor dan komedi begitu digemari oleh masyarakat Indonesia. Menurutnya, horor memiliki daya tarik tersendiri karena unsur budaya mistis yang masih kental di Indonesia, membuat cerita-cerita supranatural terasa dekat dan nyata. Sementara itu, komedi disukai karena mencerminkan kehidupan sehari-hari yang dekat dengan masyarakat Indonesia.
(Foto: Fajar Nugros membagikan pengalamannya dalam membuat sebuah produk film yang berkualitas kepada mahasiswa)
Dari segi teknis, Fajar membahas berbagai elemen penting dalam penyutradaraan film horor. Ia menekankan pentingnya komposisi frame yang mampu menciptakan rasa tidak nyaman, penggunaan sound design untuk membangun atmosfer, serta cara pergerakan kamera dan pencahayaan dapat meningkatkan ketegangan. Dalam film horor, karakter utama biasanya diposisikan untuk menghadapi ketakutan terbesar mereka, dan inilah yang menjadi daya tarik emosional bagi penonton.
Sementara itu, dalam film komedi, keberhasilan sebuah adegan sangat bergantung pada timing. Lelucon yang disampaikan terlalu cepat atau terlalu lambat bisa kehilangan efeknya. Selain itu, aspek seperti editing yang cepat, blocking dan gerakan aktor, serta pemanfaatan warna dan musik juga menjadi elemen penting dalam membangun suasana komedi. Fajar Nugros menekankan bahwa komedi bukan sekadar tentang dialog yang lucu, tetapi juga tentang cara sutradara memainkan ekspektasi penonton terhadap suatu situasi.
Selain membahas aspek penyutradaraan, ia juga memberikan tip dalam menulis skenario. Fajar menekankan pentingnya menangkap perhatian penonton sejak awal dengan cerita yang menarik dan tetap mempertahankan elemen kejutan hingga akhir. “Seorang sutradara harus menguasai ritme storytelling. Seperti dalam membuat film horor, kita membangun tensi, sedangkan dalam film komedi kita membangun punchline,” kata Fajar. Seperti yang diketahui, film Indonesia terlaris sepanjang masa didominasi film horor, seperti KKN di Desa Penari (2022), film komedi Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part1 (2016), serta fim horor komedi Agak Laen (2024).
Sebagai penutup, Fajar mengingatkan bahwa menikmati film seharusnya menjadi pengalaman yang mengalir. “Sebagai penonton, lepaskan segala ekspektasi dan biarkan diri kita hanyut dalam filmnya. Karena pada akhirnya, film dibuat untuk menghibur,” pesannya. Bagi mahasiswa, film bisa menjadi wadah untuk menuangkan ide segar ke dalam bentuk karya kreatif dan bisa dikomersialisasi.
Direktur Program Pendidikan Vokasi UI, Padang Wicaksono, S.E., Ph.D, mengatakan bahwa kehadiran praktisi industri di tengah-tengah mahasiswa menjadi bukti bahwa Vokasi UI berupaya memfasilitasi mereka dengan kurikulum yang sesuai kebutuhan industri. “Saya berharap para mahasiswa dapat menyerap ilmu yang diberikan dan diimplementasikan ketika terjun ke dunia industri. Semoga lulusan dari Vokasi UI dapat menjadi sineas yang membawa karya film Indonesia bersaing di kancah internasional,” tutup Padang.