Depok-Masalah sampah merupakan tantangan bersama bagi masyarakat di Indonesia. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia pada 2022 hasil input dari 202 kabupaten/kota se- Indonesia, menyebutkan, jumlah timbunan sampah nasional mencapai angka 21,1 juta ton.
Dari total produksi sampah nasional tersebut, sebanyak 65,71% (13,9 juta ton) dapat terkelola, sedangkan sisanya 34,29% (7,2 juta ton) belum dikelola dengan baik. Sehingga, diperlukan penerapan pengelolaan sampah agar mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakatnya, mulai dari hulu ke hilir.
Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan cara mengoptimalkan pengelolaan sampah dengan menerapkan prinsip dasar 3R, reduce, reuse, dan reycle (3R). Dosen program studi Produksi Media, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia (UI), yang diketuai Dr. Rahmi Setiawati, S.Sos., M.Si. bersama tim dosen dan mahasiswa, melakukan kegiatan pengabdian masyarakat (pengmas) dengan tema “Program Pengelolaan Sampah Plastik sebagai Nilai Ekonomi dan Kelestarian Lingkungan” di Kabupaten Serang, Banten pada Rabu (20/12/2023).
Rahmi mengatakan, tujuan kegiatan tersebut adalah untuk membangun kesadaran masyarakat agar berperan aktif peduli menjaga kelestarian lingkungan dan mengelola sampah menjadi nilai ekonomi. Adapun lokasi kegiatan pengmas tersebut di Desa Cikolelet dan Desa Bunihara. Desa Cikolelet merupakan desa wisata berbasis budaya. Sehingga, bahan sampah plastik dapat dimanfaatkan kembali menjadi souvenir. Sedangkan, di Desa Bunihara mengelola bekas minyak goreng menjadi lilin, yang dapat dimanfaatkan untuk restoran dan hotel.
(Foto: Salah satu lokasi penumpukan sampah di kawasan Kabupaten Serang)
“Diharapkan dengan adanya pemanfaatan sampah plastik menjadi nilai ekonomi dan menciptakan peningkatan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat desa dengan bonus lingkungan bersih dan sehat,” ujar Rahmi.
Rahmi menjelaskan, pada tahap awal, tim melakukan pemetaan pada Ketua Pokdarwis, tentang rancangan program pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan ekonomi. Sebab Desa Cikolelet merupakan desa wisata budaya sebagai tempat kegiatan berwisata yang tidak terlepas dari sampah yang seringkali ditinggalkan wisatawan.
Menurut Rahmi, kegiatan tersebut perlu dilakukan dengan target sasaran ibu-ibu rumah tangga, sebagai penggerak awal dalam pengelolaan sampah yang dimulai secara internal, yaitu rumah tangga, melalui pembekalan pengetahuan tentang pemilihan sampah organik dan anorganik, khususnya sampah plastik dipilah. Misalnya, sedotan dapat dibuat pigura dan kaca rias, sedangkan kantung kresek bisa menjadi tas. Lalu, gelas plastik air minuman bekas dapat menjadi kerajinan bunga plastik. “Berbekal pengetahuan dan keterampilan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ibu-ibu untuk mengembangkan kreativitas yang menghasilkan produk dari sampah menjadi souvenir. Sehingga, program tersebut membantu pendapatan ekonomi bagi keluarga,” jelas Rahmi.
Namun demikian, lanjut Rahmi, diperlukan program lanjutan terkait dengan kemasan yang menarik pada produk yang didaur ulang dari sampah plastik agar mempunyai nilai jual, serta buku panduan dan poster tentang pengelolaan sampah plastik. Setelah itu, diperlukan strategi pemasaran pada produk tersebut dengan membuat prototipe situs web khusus bagi para komunitas pembuat produk daur ulang dari sampah plastik sebagai wadah mengembangkan usaha dan memasarkannya.
Rahmi berharap dengan kegiatan pengelolaan sampah plastik dapat menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman karena mengurangi beban lingkungan terhadap sampah plastik. Kegiatan tersebut merupakan langkah awal solusi mengurangi sampah plastik, tetapi yang utama adalah mengubah perilaku untuk disiplin terhadap pengelolaan sampah plastik.
Melalui kegiatan tersebut akan terbangun sebuah sistem yang saling memberikan manfaat bagi masyarakat dan mengoptimalkan rantai nilai pengelolaan sampah di sumber dengan pemanfaatan teknologi dan peningkatan fasilitas pengolahan sampah yang dikelola secara profesional serta terintegrasi. “Intinya, sampah bukan sesuatu yang dibuang, melainkan cara agar sampah bisa mempunyai nilai ekonomi dan dampaknya terhadap pembangunan pariwisata berkelanjutan akan terwujud secara selaras dan dinamis,” pungkas Rahmi.