Depok-Perkembangan industri film lokal di Indonesia kian menanjak. Berdasarkan data Badan Perfilman Indonesia (BPI), pada 2024 ada sekitar 150 produksi film lokal dengan jumlah total penonton mencapai 60 juta orang. Namun, masih ada sejumlah film yang memilki jumlah penonton total tidak mencapai satu juta orang. Untuk itu, diperlukan jumlah layar yang lebih banyak untuk semakin meningkatkan ekosistem perfilman di Indonesia. Menanggapi kondisi tersebut, diperlukan upaya untuk menumbuhkan budaya apresiasi terhadap film lokal dan menyediakan panggung bagi karya-karya film pendek. Merespons kebutuhan tersebut, Festival Film Bulanan atau yang dikenal dengan Fesbul, hadir di Auditorium Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia pada Senin (21/10/2024) lalu. Acara yang diselenggarakan program studi (prodi) Penyiaran Multimedia ini mengajak mahasiswa untuk merayakan dan memperjuangkan eksistensi film lokal di negeri sendiri. Acara yang mengusung tema “Genting Menjadi Penting” ini menghadirkan dua praktisi di industri film, yaitu Abdul Manaf, pendiri Fesbul, dan Maria Deandra, seorang sutradara film.
Muhammad Amin Abdullah, Direktur Industri Kreatif Musik, Film, dan Animasi pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sekaligus dosen di Vokasi UI, menuturkan bahwa dirinya melihat potensi besar pada film-film lokal yang belum tereksplorasi, terutama di kampus yang bisa menjadi pusat pergerakan ini. Dengan hadirnya Fesbul ke Vokasi UI, Amin membawa harapan tentang bagaimana pentingnya bioskop alternatif di Indonesia. “Film-film lokal hanya bertahan 3-4 hari di bioskop besar. Harapan saya, Vokasi UI bisa menjadi pelopor bioskop alternatif untuk menayangkan film-film baru,” ujarnya.
(Foto: Amin menyampaikankan bahwa Vokasi UI dapat menjadi wadah untuk melahirkan sineas film Indonesia yang berkualitas)
Abdul Manaf membuka sesi talkshow dengan kisah perjalanan Fesbul, yang tumbuh dari dorongan besar untuk menyediakan ruang bagi film pendek yang seringkali kurang mendapat tempat di pasar perfilman nasional. Berawal tanpa latar belakang langsung di dunia film, Abdul menghadapi tantangan dengan keberanian untuk menciptakan sebuah festival yang inklusif dan dekat dengan komunitas film lokal di seluruh Indonesia. Ia melihat potensi besar dalam film pendek, namun juga menyadari bahwa banyak sineas lokal merasa kesulitan dalam bersaing dengan karya dari kota-kota besar seperti Jakarta.
Festival ini kemudian menjadi unik dengan sistem open submission setiap bulan dan zonasi untuk menciptakan ruang kompetisi yang lebih adil bagi sineas dari berbagai daerah. Melalui cara ini, Fesbul berhasil membangun jembatan antara komunitas film dari seluruh Indonesia, mulai dari Makassar hingga Gorontalo. “Tidak hanya menyoroti kualitas, Fesbul juga mengakui pentingnya distribusi bagi film pendek, untuk mengisi kekosongan platform yang selama ini membuat banyak karya berharga buatan anak bangsa menghilang dari perhatian penonton. Kami berharap agar Fesbul dapat menjadi wadah bagi sineas muda untuk belajar, berjejaring, dan memahami seluk-beluk distribusi sejak dini,” ungkap Abdul.
(Foto: Abdul mengajak mahasiswa untuk berdiskusi terkait dunia perfilman di Indonesia)
Sementara itu, Maria Deandra, seorang sutradara muda, berbagi mengenai cara film dapat menjadi media seni yang paling kompleks, tetapi memiliki pengaruh yang besar. Film pendek, sebagai bentuk karya yang sering diabaikan, ternyata memiliki potensi besar sebagai medium yang efektif dan dinamis untuk mengungkapkan ide dan ekspresi kreatif. Maria mengatakan, “Penting bagi setiap orang untuk percaya pada proses kreatif, yang mengajarkan peserta bahwa perjalanan dari ide ke layar lebar membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kerja sama tim yang kuat.”
Tema “Genting Menjadi Penting”, yang dibawa dalam acara ini menjadi cerminan kondisi genting di industri film yang justru membuka peluang bagi perubahan positif. Hal ini disampaikan oleh Ketua Departemen Sosial Humaniora Terapan, Dr. Budiman Mahmud Mustofa, S.Sos., M.Si., bahwa tema “Genting Menjadi Penting” menawarkan perspektif bahwa di tengah keterbatasan, selalu ada peluang besar untuk belajar dan berkembang, khususnya dalam dunia perfilman.
Acara Fesbul di Vokasi UI ini ditutup dengan pemutaran film-film pendek dari berbagai daerah yang telah dikurasi Fesbul. Dari film yang ditayangkan, terasa keragaman cerita dan ekspresi khas dari para sineas lokal. Setiap film pendek membawa pesan yang unik dan menunjukkan betapa luasnya kreativitas sineas Indonesia. Festival film ini menjadi momentum penting bagi para sineas dan penggemar film untuk saling berbagi wawasan, inspirasi, dan dukungan. Semangat kolaborasi dan apresiasi terhadap film-film lokal yang diusung oleh Fesbul menjadikan “Genting Menjadi Penting” sebagai tema yang tak hanya relevan, melainkan juga menginspirasi semua pihak untuk terus berkarya dalam menghadapi segala tantangan di industri perfilman.