Depok-Pada sidang terbuka promosi doktornya yang berlangsung di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI), Dr. Sandra Aulia Zanny, S.E., M.S.Ak., CA., CPA., CICS., CRMP., CACP., menyampaikan bahwa selama hampir dua dekade terakhir beberapa otoritas pajak di seluruh dunia telah memperkenalkan pendekatan Co-operative Compliance (CC) dan semakin banyak negara yang menerapkannya.
Menurut OECD (2022) hingga tahun 2020 sudah 64 negara menggunakan pendekatan cooperative compliance pada WP LTO. Indonesia saat ini dalam tahap pengembangan program integrasi data perpajakan yang di awali dengan pilot project kepada WP Badan terpilih. CC merupakan hubungan kerja sama yang didasarkan pada saling percaya antara pihak pemerintah (otoritas pajak), dan wajib pajak. Hal yang menjadi perhatian, kata Sandra saat memaparkan disertasi berjudul “Co-Operative Compliance Berbasis Risiko Melalui Integrasi Data Perpajakan: Tinjauan Atas Paradigma Administrasi Pajak di Indonesia” pada Selasa (11/7) lalu adalah terdapat urgensi untuk membangun paradigma CC berbasis risiko melalui integrasi data perpajakan dalam administrasi perpajakan di Indonesia.
(Foto: Dr. Sandra Aulia Zanny menjelaskan empat unsur penting dalam Co-operative Compliance)
Sandra menjelaskan bahwa dalam membangun paradigma CC, diawali dengan analisis determinan kepatuhan pajak di Indonesia untuk melihat kondisi saat ini dan melakukan studi implementasi CC di sepuluh negara. Dari penelitian yang dilakukan, Dr. Sandra mendapatkan hasil bahwa pengujian kualitatif kepada sejumlah Wajib Pajak (WP) Badan di Indonesia, ditemukan adanya kesenjangan konsep dalam Slippery Slope Framework (SSF) yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian kepatuhan pajak. Dalam SSF, kepatuhan pajak dipengaruhi oleh kepercayaan yang membentuk kepatuhan sukarela dan variabel kekuasaan yang membentuk kepatuhan yang dipaksakan, namun terdapat variabel lain yang berpengaruh, yaitu risiko pajak.
Risiko pajak tersebut dipandang sebagai suatu ketidakpastian dalam perpajakan yang akan menimbulkan tax exposure atau tax surprise yang akan mempengaruhi strategi dan tujuan perusahaan. Dr. Sandra menambahkan, sumber risiko pajak dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, namun risiko yang utama disebabkan adanya grey area.
“Studi ini merekonstruksi SSF menjadi TPR Model, yang menunjukkan interaksi antara kepercayaan, kekuasaan, dan risiko pajak serta hadirnya teknologi dan Tax Control Framework (TCF) dalam optimalisasi kepatuhan pajak. Hal tersebut diturunkan secara matematika ekonomi, divisualisasi, dan diuji secara empiris melalui penelitian kuantitatif,” kata Dr. Sandra.
(Foto: Penyampaian hasil sidang doktoral Dr. Sandra Aulia Zanny)
TPR Model menjadi acuan dasar dalam membangun paradigma kepatuhan kooperatif di Indonesia. Kemudian, studi implementasi CC di sepuluh negara menunjukan setiap negara menerapkan CC dengan bentuk yang beragam, serta diimplementasi sesuai dengan kebutuhan dan sistem administrasi perpajakan di masing-masing negara.
Paradigma Co-operative Compliance berbasis risiko melalui integrasi data perpajakan merupakan suatu terobosan dalam administrasi pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum dan menurunkan biaya kepatuhan dari sisi Wajib Pajak serta meningkatkan kepatuhan pajak pada level yang seharusnya dan menurunkan biaya administrasi pajak dari sisi Otoritas Pajak, mutual beneficial.
“Empat unsur penting dalam Co-operative Compliance yaitu 1) kepastian hukum dan manfaat dalam suatu kerangka regulasi, 2) partisipasi sukarela (namun dapat berupa penunjukan untuk WP Strategis), 3) transparansi dan pengungkapan melalui integrasi data perpajakan dilakukan dalam proses GL Tax Mapping, dan 4) kerangka pengendalian pajak (Tax Control Framework),” ujar Dr. Sandra, yang merupakan pengajar di program studi Akuntansi, Program Pendidikan Vokasi UI.
Lebih lanjut Dr. Sandra menjelaskan, keempat unsur tersebut harus didukung oleh perubahan mindset, rasa saling percaya dan memahami, komunikasi yang efektif, advance ruling, SDM yang memiliki business awareness, hardskills, softskills dan etik, serta didukung Compliance Risk Management (CRM) yang efektif.
Berkat penelitiannya tersebut, Dr. Sandra berhasil menjadi doktor ke-30 dari Fakultas Ilmu Administrasi dan ke-218 dalam Ilmu Administrasi dengan yudisium Cumlaude. Dalam sidang promosi doktor tersebut diketuai oleh Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si., dengan Promotor Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si., dan Co-Promotor Dr. Inayati, M.Si. Sementara itu, tim penguji terdiri atas Yon Arsal, M.Ec., Ph.D.; Prof. Dr. Edi Slamet Irianto, M.Si.; Dr. Machfud Sidik, M.Sc.; Dr. Ning Rahayu, M.Si.; dan Dr. Milla Sepliana Setyowati, M.Si.Ak.