Depok-Dunia perfilman Indonesia semakin menggeliat melalui peningkatan kualitas yang patut diacungi jempol. Hal tersebut terbukti dari beberapa film Indonesia yang banyak tayang di luar negeri, seperti Marlina: Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017), Pengabdi Setan (2017), Jakarta vs Everybody (2020), Penyalin Cahaya (2021), dan masih banyak lagi. Berdasarkan survei pada 2022 yang diterbitkan Jajak Pendapat (Jakpat), film horor menduduki lima besar sebagai genre yang paling banyak diminati generasi milenial. Kendati demikian, berdasarkan jumlah penonton, film Indonesia terlaris masih diduduki oleh film bergenre horor, yaitu KKN di Desa Penari (2022) sebanyak 10,6 juta penonton dan Agak Laen (2024) sebanyak lebih dari 9,1 juta penonton. Bahkan, film Badarawuhi di Desa Penari dan Siksa Kubur yang tayang baru-baru ini sudah ditonton lebih dari dua juta penonton semenjak penayangannya lebaran lalu.

Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, sebagai salah satu perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi Penyiaran Multimedia, turut memperhatikan fenomena tersebut. Arius Krypton Onarelly, M.Si., dosen program studi Penyiaran Multimedia, mengungkapkan bahwa perfilman Indonesia semakin meningkat secara kualitas. Pada genre horor, Arius mengatakan bahwa unsur agama, pesugihan, hingga aliran sesat, menjadi premis menarik yang diangkat sineas ke dalam sebuah film. “Film horor Indonesia secara narasi dan alur cerita memiliki kedekatan dengan penonton. Apalagi, film yang ditambahkan ‘bumbu’ elemen-elemen mistis yang beragam dalam budaya kita. Sebagian banyak audiens Indonesia menyukai film horor yang kental dengan unsur religi, adat, atau mitos,” kata Arius.

Menurut Arius, proses pembuatan film perlu dilakukan secara matang. Apalagi film yang memiliki unsur agama atau religi di dalamnya. Salah satu permasalahan yang dapat terjadi adalah penistaan agama atau tindakan penghinaan merendahkan kepercayaan dari seseorang maupun golongan. Arius mengatakan, “Karena Indonesia masyarakatnya beragam, sebagai warga negara yang baik kita harus tenggang rasa antarsesama. Sineas juga harus menghindari konten yang berpotensi memprovokasi ataupun menyakiti pihak lain. Terutama, jika sudah berkaitan dengan agama atau kepercayaan orang lain, maka harus lebih berhati hati. Jangan sampai karya yang dibuat malah menyebabkan kesalahpahaman mengenai satu ajaran agama tertentu. Jika ingin mengangkat tema religi, hal utama yang perlu dilakukan adalah riset secara akurat dan komprehensif.”

Arius menambahkan bahwa terdapat dua atribut utama pada sebuah film, yaitu naratif dan sinematik. Naratif terdiri dari cerita, plot, ruang, dan waktu. Sebuah film akan menarik untuk ditonton kalau memiliki cerita, plot, ruang, dan waktu yang jelas, serta dapat dipahami oleh penonton. Sehingga, naratif merupakan fondasi utama sineas dalam menciptakan sebuah film. Sedangkan sinematik terdiri dari sinematografi, editing, dan mise en scene atau harmoni dari berbagai elemen. Sinematik merupakan proses untuk mewujudkan naratif yang sudah dibuat oleh sineas ke dalam bentuk audio dan visual.

Beberapa genre film menarik yang belum banyak diangkat ke layar lebar menurut Arius adalah film kolosal yang menceritakan kisah fiksi, nonfiksi, dan sejarah jauh sebelum ada negara Indonesia seperti serial film Saur Sepuh. Menurutnya, film tersebut merupakan paket lengkap yang memasukkan berbagai genre seperti drama, laga, roman, musik, komedi, plot, hingga sejarah dalam satu karya audio visual utuh.

Di program studi Penyiaran Multimedia, terdapat berbagai mata kuliah yang mengajarkan cara membuat film bagi mahasiswa mulai dari persiapan, produksi, hingga pascaproduksi. Selain, menyediakan pengajar yang andal di bidang perfilman, Penyiaran Multimedia juga memfasilitasi mahasiswa dengan peralatan produksi yang memadai. Salah satu produksi film mahasiswa Penyiaran Multimedia yang sudah diangkat ke layar lebar adalah Sekali Lagi The Movie (2023) yang diadaptasi dari drama audio.

Arius berharap agar generasi muda saat ini dapat membawa perfilman Indonesia menjadi lebih baik. Selain itu, film bukan sekadar barang dagangan, melainkan juga media edukasi. Adanya wadah untuk berkarya dapat dimanfaatkan calon sineas agar menciptakan karya film yang berkualitas.

WhatsApp whatsapp
Instagram instagram
Email
chat Chat Us!