Depok-Program studi (prodi) Produksi Media, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia (UI), menggelar kuliah dosen tamu bertema “Memahami Hak Cipta sebagai Dasar Monetisasi Musik dan Audio Konten di Era Digital” pada Rabu (07/05/2025). Kuliah kali ini menghadirkan Dzulfikri Putra Malawi, Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif sekaligus Founder Wara Musika. Kuliah dosen tamu yang terintegrasi dengan mata kuliah Produksi Konten Musik ini bukan hanya memberikan wawasan mendalam tentang hak cipta, melainkan juga membuka diskusi tentang peluang monetisasi di industri musik digital. Mahasiswa diajak untuk memahami berbagai konsep dasar dalam produksi musik, serta merancang konsep produksi konten musik sesuai dengan menganalisis tren terkini.

Pada kesempatan tersebut, Dzulfikri menyebutkan bahwa hak cipta adalah hak ekonomi eksklusif yang diberikan kepada pencipta untuk memperbanyak, mendistribusikan, dan memonetisasi karyanya. Hak ini berlaku otomatis sejak sebuah karya diwujudkan dalam bentuk nyata dan diumumkan ke publik. Di Indonesia, hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Tujuan UU Hak Cipta ini adalah melindungi hak dan kepentingan pencipta serta pemilik hak terkait; mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif; dan memberikan insentif bagi kreativitas dan inovasi.

(Foto: Dzulfikri menjelaskan tentang pentingnya monetisasi terhadap produksi konten audio)

Lebih lanjut, Dzulfikri mengatakan bahwa terdapat sembilan hak ekonomi eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta, yaitu 1) penerbitan ciptaan; 2) penggandaan ciptaan; 3) penerjemahan ciptaan; 4) pengadaptasian ciptaan; 5) pendistribusian ciptaan; 6) pertunjukan ciptaan; 7) pengumuman ciptaan; 8) komunikasi ciptaan; dan 9) penyewaan ciptaan. “Hak-hak ini menjadi dasar bagi pencipta untuk mengontrol penggunaan karya mereka sekaligus memaksimalisasi pendapatan melalui berbagai skema monetisasi,” tambah Dzulfikri.

Dzulfikri menjelaskan bahwa era digital telah membuka peluang baru bagi industri musik melalui platform, seperti Spotify, YouTube, Apple Music, TikTok, dan Instagram. Kendati demikian, banyak kreator konten yang belum sepenuhnya memahami cara memonetisasi karya mereka secara legal. Di industri musik terdapat Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan royalti kepada pencipta lagu dan pemilik hak terkait. LMK berperan sebagai perantara yang mengumpulkan dan mendistribusikan royalti dari penggunaan lagu di berbagai platform.

Meskipun digitalisasi membuka banyak peluang, tetapi tantangan seperti pembajakan, ketimpangan distribusi royalti, dan kurangnya edukasi hak cipta masih menjadi masalah besar. Dzulfikri optimis bahwa semakin banyaknya literasi tentang hak cipta, para pencipta dan kreator konten dapat lebih mandiri dalam mengelola karya mereka.

Ketua Program Studi Produksi Media, Ngurah Rangga Wiwesa, M.I.Kom., mengungkapkan bawa kuliah dosen tamu ini akan memberikan pemahaman mendalam tentang hakcipta dan strategi monetisasi di era digital. “Melalui pengetahuan yang diberikan praktisi industri tersebut, mahasiswa diharapkan dapat menjadi generasi kreator yang tidak hanya produktif, melainkan juga menghargai prinsip keadilan ekonomi dalam industri kreatif. Hak cipta bukan sekadar perlindungan, melainkan juga fondasi untuk membangun ekosistem musik yang berkelanjutan dan adil,” tutup Rangga.

WhatsApp whatsapp
Instagram instagram
Email
chat Chat Us!